"Permisi, apakah anda sempat melihat cahaya merah jambu melintasi jalan ini?" Pertanyaan dari seorang gadis menghentakkan diriku dari heningku.
Wajahnya tampak asing namun berbalut sinar lembut seakan menyebar rasa bersahabat dari sudut matanya.
Berperawakkan cukup tinggi dengan postur tubuh berisi, dia tersenyum sambil meminta maaf....
"Maafkan, sungguh maafkan saya tidak bermaksud mengejutkan anda. Saya harap anda tidak marah."
Aku pun menjawab, "Pernahkah kau temukan dalam sejarahnya bahwa aku pemarah? Tidak, bukan."
Aku pun tersenyum sambil menghampirinya.
Kulanjutkan kalimatku, "Mengapa kau tidak berhenti juga, wahai insan? Bukankah wahyu sebelumnya telah sampai bahwa cahaya itu bukan untukmu. Seharusnya kau tetap berjalan di garisan takdirmu."
Air muka gadis itu berubah sedih, dia mundur dua langkah lalu terbata-bata dia berkata, "Saya tidak pernah ingin menukar takdir. Namun saya tahu mana yang saya mau dan siapa yang saya inginkan. Cahaya tersebut kerap memanggil saya, tak mungkin tak beralasan hadir sinarnya di hidup saya."
Aku menggeleng keras, "Berhentilah, jangan membuat pekerjaanku menjadi sulit."
Gadis itu membungkukkan badan seraya berkata, "Saya tahu tidak ada gunanya memaksa anda. Saya hanya bisa menitip barisan doa agar anda sampaikan pada-Nya. Kalau bisa memilih, saya tetap akan mengejar cahaya merah jambu itu."
Aku menjawab, "Tidak perlu kau sampai tertunduk menangis. Cahaya merah jambu itu bukan untuk kau. Jangan buang air mata kau, aku tidak bisa berbuat banyak. Ikhlaskan cahaya tersebut pudar. Percayalah, sinaran lain akan memancarkan warna yang lebih indah."
Gadis tersebut mengangkat wajahnya dan ternyata dia tidak sedang menangis, "Saya tidak mengeluarkan air mata, yang saya lakukan tadi adalah sekedar memohon sedikit waktu lagi untuk bisa menikmati cahaya tersebut. Untuk sekarang, biarkan saya mengejarnya hingga pudar."
Gadis itu tersenyum, mengucap salam sebelum dia berlalu...
Kutarik tangannya, "Berhati-hatilah SAYA. Jangan biarkan hatimu jatuh lebih jauh."
Dia mengangguk seraya berkata, "Terimakasih banyak, Yaa Jibril...."
Dan gadis bernama SAYA itupun kembali mengejar Cahaya yang dicintainya....
Cahaya yang pada akhirnya dia pun ketahui, tak akan menjadi miliknya......
Monday, February 21, 2011
Saturday, February 5, 2011
....Mencintai Tanpa Harus Memiliki...
Buat apa? Membaca judulnya saja sudah malas angot-angotan..
Saya selama ini selalu meninggalkan langsung segala sesuatu yang tidak pasti, apalagi yang tidak bisa dimiliki..
Namun deretan pertanyaan terus bergelantung di sudut terkecil ruang otak saya..
Mengapa saya cenderung menjatuhkan diri ke pribadi yang tidak menggubris keberadaan saya?
Mengapa saya malah acuhkan mereka yang mencurahkan jiwa dan raganya bahkan demi hanya secuil perhatian kecil dari saya?
Mengapa saya lebih sering menempatkan diri hanya sebagai "pilihan" bahkan hanya sebagai "pelengkap" saja?
Renungan pun dimulai..
Saya sering menyebutnya sebagai "percakapan kepada diri saya sendiri", imajinasi monolog tanpa verbal terucap..
Mungkin beberapa lebih suka menyebut proses tersebut sebagai "introspeksi"..
Kalo boleh mengutip lirik Ne-Yo di lagu Go On Girl:
"I was there inviting her into my heart, she was my night time, thought I was her star."
Okay tentu saja sebaiknya kata-kata 'HER' kita ganti dg 'HIM', 'SHE' menjadi 'HE'..
Hahahahahaaaaa.....
Banyak sosok yang datang dan pergi dalam hidup kita yang bahkan kita tidak menyadarinya bahwa magnet sebenarnya adalah DIRI KITA SENDIRI.
Kita yang mengundang mereka yang (nantinya) menyakiti/menyia-nyiakan kita untuk masuk ke dalam hidup kita..
Semata-mata demi memberikan kita pembelajaran hidup, karena bagaimanapun hati yang tersakiti mampu menciptakan keajaiban..
Bahkan seorang petualang cinta seperti Cassanova pun pernah patah hati..
Semua butuh mengalami proses.....
Tentang mengapa kita kerap terjerumus ruang gelap yang serupa, dejavu tingkat akut, rasa sakit yang terulang... Hmmm... Semua pertanyaan kembali ke hati kita..
Karena cinta pada dasarnya hanya butuh PELUANG...
Buat saya, cinta hanya masalah kontak jiwa :)
Saya mengemas semua bagasi harap, tanpa butuh air mata..
Karena saya tidak butuh menangisi diri bila tengah hanya menjadi pilihan atau hanya pelengkap saja..
Pergi. Tinggalkan. Berlalu.
--I'd rather die single than becoming option number-something... I am dead serious.--
Saya selama ini selalu meninggalkan langsung segala sesuatu yang tidak pasti, apalagi yang tidak bisa dimiliki..
Namun deretan pertanyaan terus bergelantung di sudut terkecil ruang otak saya..
Mengapa saya cenderung menjatuhkan diri ke pribadi yang tidak menggubris keberadaan saya?
Mengapa saya malah acuhkan mereka yang mencurahkan jiwa dan raganya bahkan demi hanya secuil perhatian kecil dari saya?
Mengapa saya lebih sering menempatkan diri hanya sebagai "pilihan" bahkan hanya sebagai "pelengkap" saja?
Renungan pun dimulai..
Saya sering menyebutnya sebagai "percakapan kepada diri saya sendiri", imajinasi monolog tanpa verbal terucap..
Mungkin beberapa lebih suka menyebut proses tersebut sebagai "introspeksi"..
Kalo boleh mengutip lirik Ne-Yo di lagu Go On Girl:
"I was there inviting her into my heart, she was my night time, thought I was her star."
Okay tentu saja sebaiknya kata-kata 'HER' kita ganti dg 'HIM', 'SHE' menjadi 'HE'..
Hahahahahaaaaa.....
Banyak sosok yang datang dan pergi dalam hidup kita yang bahkan kita tidak menyadarinya bahwa magnet sebenarnya adalah DIRI KITA SENDIRI.
Kita yang mengundang mereka yang (nantinya) menyakiti/menyia-nyiakan kita untuk masuk ke dalam hidup kita..
Semata-mata demi memberikan kita pembelajaran hidup, karena bagaimanapun hati yang tersakiti mampu menciptakan keajaiban..
Bahkan seorang petualang cinta seperti Cassanova pun pernah patah hati..
Semua butuh mengalami proses.....
Tentang mengapa kita kerap terjerumus ruang gelap yang serupa, dejavu tingkat akut, rasa sakit yang terulang... Hmmm... Semua pertanyaan kembali ke hati kita..
Karena cinta pada dasarnya hanya butuh PELUANG...
Buat saya, cinta hanya masalah kontak jiwa :)
Saya mengemas semua bagasi harap, tanpa butuh air mata..
Karena saya tidak butuh menangisi diri bila tengah hanya menjadi pilihan atau hanya pelengkap saja..
Pergi. Tinggalkan. Berlalu.
--I'd rather die single than becoming option number-something... I am dead serious.--
Subscribe to:
Posts (Atom)